Kamis, 25 Mei 2017

Wajah Baru Televisi Indonesia


NET. TV (News and Entertainment Television) yang berslogan Televisi Masa Kini baru saja merayakan ulang tahun yang ke-empat. Meskipun baru seumur jagung, televisi swasta dengan kualitas tayangan Full HD ini, menuntut pihak ‘tim kreatif’ untuk menuangkan ide-ide cemerlangnya ke dalam suatu tayangan yang menginspirasi dan berani tampil beda dengan stasiun TV yang lain. Berani tampil beda, yakni penayangan iklan yang hanya tiga menit. Padahal, umumnya stasiun tv di Indonesia beriklan 5-7 menit dan sebagai pendongkrak rating tayangan di TV tersebut. CPRP (Cost per Rating Point) bisa dikatakan sedikit, ditujukan demi kenyamanan penonton dengan tayangan iklan yang tidak membosankan. Wishnutama Kusbandio, CEO Netmedia, beserta tim kreatifnya benar-benar memiliki fresh strategi untuk mengubah wajah pertelevisian Indonesia.

Coba kita tengok di stasiun TV swasta yang lain, dari kontennya pun jelas berbeda. NET. TV dengan keunikannya menampilkan dan memamerkan produk lokal, seperti Indonesia Bagus, OK Food, dan Indonesia Morning Show. Tiga tayangan tersebut menampilkan ciri khas Indonesia tentang petualangan, makanan, dan ekonomi kreatif. NET. TV bagaikan menyebarkan benih kreatifitas pada pemirsa muda dan keluarga yang menjadi segmentasinya. Boleh jadi, beberapa stasiun televisi swasta yang tim kreatifnya entah kemana, menemui jalan buntu, mereka menayangkan serial India, Turki, dan Korea pada jam prime time. Sehingga, sasaran pemirsanya disuapi dengan drama yang tidak kunjung usai dan menjadi ‘jajahan baru’ secara laten bagi pemirsanya. Entah kenapa, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) pun seperti tak bergolak menghadapi tantangan baru penayangan dari luar negeri ini. Pengiklanpun tak ambil pusing, mereka menempatkan iklannya pada jeda waktu serial tersebut. Alhasil, CPRPnya semakin meningkat dan mendongkrak pendapatan stasiun TV dan pengiklan.

Jelas saja, parameter rating suatu acara TV tidak hanya diukur dari CPRP. Namun, bagaimana tayangan TV itu memberikan inspirasi dan informasi dengan baik kepada pemirsa. Iklan dengan durasi pendekpun membantu pemirsa untuk tidak berlaku konsumtif, bukan semata-mata mendulang rupiah dengan memanfaatkan iklan yang ditawarkan. Iklan yang cerdaspun bisa ditayangkan untuk memberikan referensi pilihan bagi pemirsa, namun tidak melahirkan masyarakat yang konsumtif. NET. TV patut dicontoh dalam konsep penayangan iklan yang pendek. Memberikan kenyamanan dan kesenangan pada pemirsa adalah cara mendongkrak rating suatu tayangan dengan cara yang menarik yang berasal dari kebutuhan, bukan keinginan semata.

Jadi, melalui stasiun televisi, pekerja media dituntut untuk menjadi public relationnya potensi, ciri khas, dan event yang ada di Indonesia. Sangat wajar bila insan pertelevisian itu menunjukkan kebanggaannya menjadi bagian dari Indonesia dan majunya perekonomian kreatif melalui media. Begitupun iklan yang menjadi bagian dari media, harus berlaku cedas dan memberikan pengetahuan yang jelas tentang produknya pada pemirsa. Kreatifitas anak negeri melalui tim kreatif harusnya diberi kesempatan untuk berkembang dan menuangkan ide cerdasnya. Apa yang menjadi tayangan di stasiun televisi nasional menunjukkan harga diri dan kreatifitas suatu bangsa.

Kamis, 11 Mei 2017

ESP Writing - Bussiness Email

From:              Ericha Fernanda <erichafernanda@gmail.com> ;
Date:               Saturday, April 01, 2017 12:00 PM
To:                   JenifferZiu@FacebookInc.com (Staff Facebook Inc.) <JenifferZiu@FacebookInc.com> ;                       
Subject:          Job Vacancy : Public Relation Officer    

Dear Ms. Jeniffer,
Thank you for looking forward and have interest in my email before. It was very enjoyable to speak with you about Public Relation Officer position at the Facebook Inc.
The job seems to be an excellent match for my skills, experience, and interest. The creative approach and job measure in public relation development in Facebook Inc. that you described confirmed my sincerity to work in the department.
In addition to my enthusiasm, I will bring to the position strong writing skills, good idea for make advertisement, audio visual communication skills, and the ability to encourage others to work cooperatively with the department.
I appreciate the time you took to interview me at first and allowed. Here, I’m waiting for your confirmation about the final interview with your Boss, Mr. Mark Zuckerberg in the best time that he can interview me. I am very interested in working for this department and look forward to hearing from you regarding this position.

Sincerely,
Ericha Fernanda
________________

ESP Writing - Unforgettable Moment

“Historical Tourism in Daerah Istimewa Yogyakarta and Jawa Tengah”

Last holiday after I had examination in 1st semester, I went home to Trenggalek. Maybe, in that time my brain needs some relaxed and refreshed. I asked my parents how if we took a holiday to west region and my brother suggested to go to Borobudur Temple. We all agreed with that recommended.

On Friday at 21.00 pm my family and my aunt family departed with private car. Usually, if we are went to west region through Ponorogo. Unfortunately, we through Kediri because any landslide between Trenggalek and Ponorogo, so we are choose the alternative way.

On Saturday at 00.00 pm we arrived in Nganjuk, but there is traffic jam and wasted the time more than one hours. In the morning, we arrived in forest between Jawa Timur and Jawa Tengah. Suddenly, my uncle in Trenggalek called my father and informed that my relative beside my house is passed away. It’s impossible if we are back to Trenggalek because we are near Borobudur Temple in that time, so we are continue the trip.

In the Saturday morning, we are really arrived in Daerah Istimewa Yogyakarta and stop in front of empty building for had breakfast because we brought the own meals. We are continue again to Magelang Jawa Tengah and many traffic jam so we arrived on afternoon in Borobudur Temple. The weather is warm and many people in that place, but we are very enjoyed and took a selfie in the temple. We are climbed one by one the stairs until the top of the Borobudur temple called Arupadhatu. This is the 3rd time I went to Borobudur but I never bored to visit this historical tourism. We are took a selfie everywhere, especially me with my mother. I enjoyed the atmosphere, very enjoyable and cozy. After that, we are went to Borobudur market to buy some accessories and gudeg jogja. My tongue is familiar with spicy meals because I live in east region, but when I ate gudeg jogja the taste is very sweet and I didn’t eat rice with something sweet taste. Oh, my mouth and tongue, I’m sorry in that time. But, if I get the spicy gudeg jogja maybe I can eat voraciously.

The last trip I went to Malioboro street and saw the Tugu Jogja in Daerah Istimewa Yogyakarta. I don’t know why if I here the weather became rain. Me and my mother bought kue puthu and lunpia in near Vredeburg Museum and in front of Keraton Jogja. Next, we searched the mosque to did Maghrib pray and through KM 0 Yogyakarta. The rain became heavy and we are confused because didn’t meet the mosque, so we are went to Muhammadiyah Hospital and did Maghrib prayed at there.

My skirt is wet and I didn’t like that, my mother recommended me to drink Wedang Rondhe and could be warm up my body. After that, we are back to Trenggalek again and very tired because the trip but I could refreshed my brain and pleasantly. Family trip is amazing way to refresh my brain.
                 


Selasa, 02 Mei 2017

Gamelan sebagai Identitas Musik Indonesia

Inter-Relasi:
A.      Musik
B.      Gamelan
C.      Indonesia
D.     Identitas

Pokok Pikiran di Paragraf:
1.      Fenomena Komunikasi: Musik dan Budaya
2.      Musik tradisional asli Indonesia
3.      Keragaman alat musik Gamelan
4.      Perkembangan Musik Gamelan dalam konteks komunikasi
5.      Persaingan musik Gamelan dan Modern
6.      Musik Gamelan diminati asing
7.      Musik Gamelan sebagai ajang ekspresi
8.      Kolaborasi musik Gamelan di luar negeri
9.      Melestarikan musik Gamelan
10.  Gamelan sebagai identitas musik Indonesia

Gamelan sebagai Identitas Musik Indonesia

            Musik diciptakan dari akal budi manusia sebagai ungkapan hati sekaligus media ekspresi diri. Masyarakat Indonesia mengenal musik sebelum masuknya zaman Hindu-Buddha, musik digunakan sebagai media ritual yang dipercaya memiliki kekuatan magis. Instrumen musiknya menggunakan bahan sederhana dari alam sekitar. Dalam kesinambungan budaya, musik sebagai sebuah sistem budaya secara turun-temurun yang diwariskan nenek moyang kepada generasi selanjutnya. Karya musik sebagai budaya bangsa tidak akan hilang, namun pada saatnya ia tertinggal oleh zaman.
            Kemunculan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia menorehkan sejarah musik yang mewakili senii asli Indonesia yaitu musik gamelan. Perkembangan musik gamelan muncul di pulau Jawa sebagai musik tradisional yang digunakan di istana kerajaan sebagai sarana upacara adat dan kegiatan sakral. Instrumennya mengalami perkembangan dari zaman Kerajaan Majapahit hingga bentuk dan bahan yang beragam sampai saat ini. Gambaran tentang alat musik gamelan pertama ditemukan di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah sejak abad ke-8. Relief tentang alat musik gamelan menunjukkan asal mula musik gamelan asli Indonesia.
            Gamelan adalah seperangkat alat musik Jawa termasuk Sunda dan Bali yang terdiri dari saron, demung, bonang, kenong, gong, gambang, rebab, gendang, dan sebagainya. Jadi, gamelan merupakan salah satu ensambel musik tradisional di Indonesia yang terdiri dari berbagai jenis alat musik menjadi satu kesatuan musikal. Bahan utama yang digunakan untuk mebuat gamelan terdiri dari logam (besi, perunggu, dan kuningan), kayu, dan kulit. Terdapat beberapa istilah dalam gamelan, seperti nama instrumen atau alat musik, sistem tangga nada, dan cara penyajian komposisi musik gamelan. Istilah sistem tangga nada disebut dengan laras, diantaranya adalah laras pelog (diatonic) dan laras slendro (pentatonic). Laras pelog memiliki tujuh buah nada (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7) per oktaf, sedangkan laras slendro memiliki lima buah nada (1, 2, 3, 5, 6) per oktaf. Sistem tangga nada yang umum digunakan di Jawa Tengah dan Jawa Barat adalah pentatonic. Cara penyajian komposisi gamelan menggunakan satu laras saja agar memperoleh irama dan harmoni musik yang sesuai, jika menggunakan dua laras biasanya berpindah dari satu laras slendro ke laras pelog, dan sebaliknya.
            Gamelan yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur berbeda dengan gamelan Bali ataupun Sunda. Gamelan di Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki nada yang lebih lembut dan tidak memekakkan telinga, sedangkan gamelan Bali terkesan bertempo cepat dan gerak cepat, begitupun gamelan Sunda yang iramanya mendayu-dayu didominasi suara seruling. Musik gamelan di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang lembut itu seperti pengungkapan pandangan  hidup bahwa orang Jawa yang selaras dengan alam, berbudi pekerti luhur, dan selaras dalam tindakan. Sedangkan, gamelan di Bali dan Sunda biasa digunakan untuk mengiringi tarian tertentu sesuai dengan tempo dan gerakan yang sepadan. Pekembangan musik gamelan yang awalnya digunakan sebagai alat untuk upacara ritual, pengiring tarian dan wayang, hingga menjadi pertunjukan musik gamelan independen. Musik gamelan di Indonesia sendiri banyak diminati oleh para seniman senior dan segelintir kaum muda dikarenakan tergesernya musik gamelan dengan musik modern masa kini. Dilihat dari segi ekonomis, seniman gamelan diundang untuk hajatan resmi dan pertunjukan tertentu yang mulai jarang ditemukan sekarang ini.
            Memasuki abad ke-21 musik gamelan mulai kehilangan kharismanya untuk menggaet minat kaum muda untuk melestarikan seni musik tersebut. Pergeseran nilai-nilai budaya yang tergantikan oleh teknologi canggih dari barat semakin mendukung tertinggalnya budaya bermusik gamelan. Contohnya genre K-Pop, Cover Pops, Hip-hop, dan New Age yang mulai diminati kaum muda masa kini karena lebih enak untuk dinikmati dan modern. Ada baiknya, tidak semua kaum muda Indonesia berkiblat pada musik modern barat. Bagi mereka yang memiliki jiwa kreatif dan menggemari musik, mereka melakukan akulturasi musik modern dengan cara menduplikasi lagu barat dengan iringan musik gamelan yang terdengar unik dan tidak kalah bagus untuk dinikmati. Musik tradisi seperti gamelan dan musik modern seperti dua kutub yang saling mengisi dan mewarnai satu sama lain. Perpaduan dari keduanya bisa memunculkan warna baru dalam bermusik dan bonafide bagi semua kalangan.
            Musik gamelan dalam perkembangannya di kancah internasional diperkenalkan oleh seniman gamelan dan minat warga asing yang ingin mempelajari musik gamelan sebagai alternatif musik orkestra. Tabuhan dan pukulan yang dihasilkan oleh instrumen musik gamelan menimbulkan suasana yang indah dan  menenangkan, digunakan sebagai sarana relaksasi. Sebuah sekolah musik di New Zealand School of Music (NZSM) menjadikan gamelan sebagai kurikulum resmi. Instituto Nacional de Psiquiatria Raamon de Ia Fuente Meksiko memanfaatkan musik gamelan sebagai rehabilitasi psikologi bagi penderita skizofrenia. Amerika Serikatpun ikut andil dalam pelatihan aktif dan menggelar pementasan yang berbasis di perguruan tinggi, sekitar 400 komunitas tersebar di 45 negara bagian Amerika Serikat.
            Musik gamelan memiliki keunikan yang beragam dalam perkembangannya sebagai ajang ekspresi di setiap daerah di Indonesia yang menggunakannya. Musik gamelan memiliki fungsi penting sebagai sarana upacara adat, hiburan, pendidikan, dan kesehatan rohaniah. Permainan musik gamelan yang harus dimainkan secara bersama-sama memiliki arti gotong royong dalam tradisi Jawa, ia harus dimainkan secara selaras supaya menghasilkan irama yang indah. Sarana pendidikan adalah salah satu fungsi dari gamelan, sebagai ungkapan untuk mengekspresikan diri dengan karya dan mempelajari instrumen gamelan yang beragam. Musik gamelan sebagai sarana terapi bagi manusia dengan gangguan mental atau stress karena dapat menenangkan pikiran ketika mendengar alunan musiknya.
            Kekaguman warga asing terhadap musik gamelan didukung oleh rasa kebersamaan yang tercipta antara para pemain gamelan. Jumlah pemain gamelan yang banyak adalah salah satu alternatif bagi mereka untuk menjadi komunitas yang aktif dan produktif dalam pagelaran gamelan. Institut Seni Indonesia (ISI) sering melakukan kolaborasi dan promosi musik gamelan di mancanegara, terutama benua Eropa. Kolaborasi instrumen musik gamelan dan modern seperti cello, bas, dan gitar yang menghasilkan warna musik baru yaitu musik kontemporer. Musik kontemporer adalah sarana revitalisasi bagi musik tradisional dan musik modern untuk menciptakan gaya bermusik baru. Akulturasi budaya atau musik bertujuan baik sebagai sarana hiburan dan promosi pariwisata budaya bagi Indonesia.
            Budaya bermusik gamelan yang mulai ditinggalkan di negara Indonesia perlu adanya revitalisasi dalam gaya bermusik agar tidak ditinggalkan oleh peminatnya. Pengenalan musik gamelan sejak dini agar mereka mengenal kebanggan yang mereka miliki dari tanah airnya sendiri. Sejak dini mereka mengenal musik gamelan, mereka semakin mencintai budaya sendiri. Kreativitas dalam bermain musik gamelan suapaya tidak monoton sangat dianjurkan bagi para seniman muda berkarya. Gaya baru dalam bermusik adalah langkah awal untuk melestarikan musik gamelan, semakin banyak berlatih dan menciptakan ritme dan tempo yang sesuai maka akan menghasilkan komposisi bermusik yang indah.
            Bangsa Indonesia harus sadar bahwa mereka memiliki budaya bermusik yang tidak dimiliki oleh negara lain yakni musik gamelan. Musik gamelan merupakan sebuah kebanggan sebagai identitas seni musik asli Indonesia. Kebanggaan berbeda dan identitas sewajarnya harus dirasakan bangsa Indonesia terhadap seni dan budaya bermusik gamelan. Musik gamelan sebagai identitas tidak lagi dipandang sebagai musik yang kuno dan primitif. Musik gamelan selayaknya harus dilestarikan dengan revitalisasi musik yang menghadirkan gaya bermusik baru, namun tidak meninggalkan ciri khas musik gamelan atau akulturasi musik tradisional dan modern. Kebanggan memiliki seni musik gamelan sebagai identitas harus ada dalam diri bangsa Indonesia supaya lebih dikenal dan diterima pecinta musik mancanegara.

***

Benjamin Brinner, Knowing Music, Making Music: Javanese Gamelan and the Theory of Competence and Interaction. Chicago (University of Chicago Press) 1995. XXIV + 363 pp. ISBN 0-226-07509-5 and ISBN 0-226-07510-9 pbk. (bookzz.org)

Hartono. Perkembangan Estetika Musikal Seni Karawitan Jawa dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat Pendukungnya. Jurusan Seni dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, 2012. (jurnal online)

E. Heins, E. den Otter, F. van Lamsweerde, Jaap Kunst, Indonesian music and dance; Traditional music and its interaction with the West. Amsterdam: Royal Tropical Institute/Tropenmuseum, University of Amsterdam, Ethno musicology Centre 'Jaap Kunst', 1994. (bookzz.org)